LANGIT DAN LAUT

( Pada:ELis Yusniawati )

Masih ingatkah kau. Lis.
pertarungan yang sekaligus
pertautan lembah di hati kita
yang melahirkan hujan
dan aroma senja

Kau kenalkan aku
pada sengat matahari
dan haus padang pasir
ku kenalkan kau
pada rendahnya hati
lantaran tempat yang kita daki
terlampau tinggi

Burungpun bernyanyi. Lis.
mengiringi kereta tua
yang mengantar kita menyisir
Jawa dan Jakarta
ketika senyum terlempar ke langit
berubah menjadi imajinasi yang
penuh eksplorasi gagasan gagasan
lalu jatuh menerpa batu tajam

Sedangkan gelas yang berisi
gumpalan awan berbau tembaga
masih kita tegak sampai ke tulang
kemudian kubaca syairmu
di tepi sungai
pembatas kau dan aku

Kuhafal satu persatu bait tembang
angin malam lalu, kemudian kubaca
keesokan harinya, tetap saja sama
menyimpan pedih yang duka dan sengsara
lang lara . 1

Anginkah yang kau tulis
atau badai hinggap di kepalamu
hingga laut tak lagi menyimpan
bunga yang tumbuh dari karang karang
sorga, dijilat nyala tatapmu
memaksa mataku menyimpan beku

18 September 2004
tiba juga kita di batas terakhir
sejengkal sebelum muara sungai
langit kembali cucurkan gerimis matanya
hunjamkan ribuan gelisah dan luka lama
pada jala sutera yang kita tabur
sepanjang sungai

Apakah gelisahku
juga gelisahmu, lis?

Tentang ruang kosong yang pernah kita
endapkan bersama, untuk menyalahi sebuah konsep
pertunjukan paling absurd sekalipun?
dongeng besar yang pernah mereka namai Candradimuka
dongeng yang pernah membuat kita tersenyum
dan menangis

Tapi sudahlah!
Sebab hanya laut yang aku bisa
biar laut saja tenggelamkan jiwaku
lantaran asinnya ingatkan aku pada air mata
di pelukan bunda

Bila langit memang tersimpan di muara
semoga bulan yang kau tuju
ada di sana
musabab langit dan laut tak bisa satu
meski dipadu dalam satu warna

Fudaili
Surabaya. 2005

_____________________________________

1. Dari naskah Elis Yusniawati “Refleksi diri di kamar mandi.” Dalam pertunjukan keliling
Candradimuka 2004.

Tinggalkan komentar